Senin, 31 Mei 2010

100 hari pencarian

100 hari pencarian



“Ha…ha…haaa…wheeeeeeek… Majnun gila…majnun gila…”
Terlihat sekelompok pemuda yang sedang asyik nongkrong ditrotoar tertawa penuh ejekan. Ternyata sosok yang mereka soraki adalah seorang laki-laki kurus dengan celana panjang lusuh yang diangkat sekitar mata kaki.tak terurus dengan baju ala kadarnya. Yang kutahu memang laki-laki itu sering lewat dijalanan kampungku. Dan orang-orang menyebutnya Majnun alias Orang Gila.
“Wheeeeeeeeek…Majnun Gila…Majnun Sableng…”
Lagi-lagi Buchi alias ’budi cipto’ seorang pemuda rambut merah gondrong ala F4 mengolok-olok dengan ekspresi MOKA (MOnyet KAlimantan). Hal ini membuatku terpaku diseberang jalan…
“Majnun gila ? eeh, sebenarnya siapa yang gila?? Kalo si majnun emang jelas-jelas agak nggak waras, tapi kenapa Buchi ikut-ikutan konslet begitu ??” pikirku.
Buchi n’ the ganks tiap hari kerjaannya Cuma duduk, ngerumpi, main domino, ngegodain orang lewat, apalagi cewe,, sweet-sweet fiiiuwhittt… apa itu juga nggak lebih gila lagi? Parahnya mereka sering ngajak temen-temen kampung untuk bermain togel (toto gelap)
Padahal seGila-gilanya Majnun toh ia nggak pernah tuh main judi togel atau ngegodain cewe-cewe lewat, dan sesableng-sablengnya majnun ia nggak pernah ikut ngerumpi apalagi ngeledekin orang, lha kok orang yang ngaku waras malah tambah seneng bikin ghibah orang lain. Weleh-weleh aku jadi pusing, sebenernya siapa yang layak mendapat gelar “Majnun”.
Hmm…sudahlah ! yang jelas buchi n’ the ganks memang nggak bisa dibiarin. Mereka lebih berbahaya dari virus H5NI alias “Flu Burung”. Kulihat sosok lelaki yang dipanggil majnun itu berlalu dengan menenteng tas lusuh, dan berbelok dipermpatan jalan. Kata orang sih dulunya ia normal-normal saja. Tapi nggak ada yang tau kenapa tiba-tiba ia terlihat aneh seperti sekarang. Asal-usulnya saja nggak jelas akhirnya secara aklamasi orang kampong menamainya Majnun.
“Awaaaaaaaaas…gubrak!!” teriakan dan suara benturan keras mengagetkanku. Orang-orang berlarian kearah suara itu. “Ada apa…ada apa.?”segera ku bergegas kearah orang itu.
“siapa..siapa..??? Oh…Majnun …” Masya Alloh, sosok majnun terlihat terbaring meski tanpa luka disamping tiang listrik. Lima meter disamping kirinya tergeletak seorang pengendara sepeda motor yang bersimbah darah. Sepeda motornya hancur diterjang truk.
“Tangkap…Tangkap…bakar…bakar!” sebagian orang berusaha memegang soir truk itu dan sebagian mengguncangkan truk besar itu.
“Wooooiii…! Sabar…Sabar! Jangan main hakim sendiri,” sebagian warga yang lain berusaha menenangkan. Suasana malam itu serentak memenas dan gaduh. Tapi untunglah polisi patroli segera datang melerai. Dengan sigap mereka menaikkan sopir truk ke mobil patroli untuk menghindari amukan masa.beberapa saat kemudian ambulance datang membawa Majnun dan pengendara motor, entah kemana.
“semoga mereka berdua selamat” ujarku lirih. Lalu lintaspun kembali normal dan orang-orangpun membubarkan diri dan kembali dengan aktivitasnya masing-masing.
Tapi...eh…itu kan?? Tasnya majnun??”pandanganku tertuju pada tas lusuh didekat tiang listrik. Kuhampiri dan kuraih pelan-pelan. “berat juga, apa isinya?” ingin kubuka , tapi…? eh ini kan milik majnun bukan punyaku. Apa hakku mengobrak ngabrik tas orang?. Sebaiknya kusimpan dulu tas ini sambil kucari informasi tentang keberadan majnun.
Kulanjutkan perjalananku pulang kerumah,
Sepanjang jalan kuperhatikan wajah wajah pengendara sepeda motor malam itu. Moga-moga mereka bisa berhati-hati. Wajah-wajah serius itu kadang-kadang tegang menyembul dibalik kaca mobil mengkilat. Tidak jarang sebenarnya kulihat nuansa gelisah pada roman muka mereka saat aku berangkat kuliah tiap pagi, apalagi saat lalulintas macet... waduh.. sangat emosional! Segala jenis umpatan dan makian sahut-menyahut tanpa henti. Kontras banget dengan wajah majnun yang senantiasa tersenyum meski tanpa lawan bicara, Hmm.. aneh memang!
Yang lebih heboh lagi majnun tak pernah terlihat gelisah untuk mencari sesuap makanan. Toh badannya sehat-sahat saja. Belum pernah sampe check-up, rawat inap kena kolesterol, darah tinggi, darah rendah, apalagi darah yang gila, nggak pernah tuh. Tapi begitulah seolah fenomena majnun memberikan sebuah palajaran padaku.

“Betapa Alloh tidak pernah meningggalkan hamba-Nya bagaimanapun keadaannya, Demikian Alloh Swt membagi rizki kepada makhluk-makhluk-Nya dengan sifat Rohman dan Rohim-Nya.”

Buktinya ayam kampung dirumah juga seger-seger meski nggak perlu sekolah padahal makannya Cuma jagung. Lha terus kenapa aku yang sudah sekolah hingga perguruan tinggi masih bingung juga.? Padahal jangankan jagung.. beras (nasi), pisang, mangga, daging sayuran bahkan hingga rujaknya mang udin pun aku doyan. Nnggak rasional memang..!
Hmm.. akhirnya sampe juga.
Tok…tok…tok…
”Assalamualaikum…Lho kok sepi?? Pada kemana neh every body?” kutaruh sepatu dirak dan bergegas kekamar. Kuletakkan semua acessoris yang senantiasa menemaniku seharian ini,
“meoooooong!
Astaghfirullah!”
tanpa sengaja si Catty kucing kesayanganku mengobrak-abrik isi tas majnun.
“Dasar kucing, tas sudah jelek begini masih diobrak-abrik.” Gerutuku dengan nada kesal. Segera kubereskan isi tas majnun yang berceceran itu. Dan…oh … apa ini? Mataku tertuju pada buku kecil yang bertuliskan pencarian. Tanpa sadar ku buka lembar pertama buku itu….terpampang jelas nama pemiliknya.

Nama : Hamba Alloh
Alamat : Bumi Alloh
Alamat kantor : Mesjid Alloh
telepon: suara adzan

Aku tertegun…apa maksud tulisan ini? Tak sabar kubuka lembar kedua buku itu….

Majnun,
orang-orang memanggilku demikian,
padahal mereka tak pernah tahu bahwa selama ini aku baik-baik saja. Mereka menghinaku, tak jarang mereka melempariku dengan kotoran. Tetapi sebenarnya jiwa merekalah yang kotor, dan kenapa dilimpahkan kepadaku? Mereka tertawa-tawa mengejekku padahal mereka seharusnya menangis telah berbuat aniaya kepadaku. Mereka membuang muka kepadaku
padahal Alloh Yang Maha Agung senantiasa menatapku dirumah-Nya.
Mereka merasa jijik padaku enggan memberi makanan bersihnya padaku.
Padahal Rabb-Ku tak pernah malu menciptakanku.
Tiada yang sia-sia dari ciptaan-Nya.

Deg…jantungku seakan berhenti berdenyut . apa benar ini tulisan majnun?
Subhanalloh…
dan kemudian lembaran ketigapun aku buka…

Hari ini kulewati malam yang sepi bersama-Mu.
Engkaulah satu-satunya yng peduli padaku duhai Alloh…kudamba kehadiran-Mu,,dan selalu akan kudamba,, tiada ku peduli dengan semua…tangan-tangan kasar mereka. Apalah artinya dengan belai lembut-Mu. dinginnya malam ini. Apalah artinya dengan hangat kasih-Mu. Serta cacian mereka apalah artinya dengan merdu firman-Mu.
Aku adalah Hamba dan Engkaulah Penguasanya.

Majnun......! terbayang sosok wajah lelaki tua itu dibenakku tanpa sadar aku air mataku pun mulai berjatuhan, rasa haru yang begitu dalam menusuk qolbuku..hingga kemudian kubuka lembar keempat....

Malam ke-100 pencarianku.
Telah kudapati sekelompok muda-mudi yang mengaku berakal, menghabiskan waktu diperempatan jalan, diskotik, rumah kosong, mereka bertemankan alcohol dan bumbu-bumbu narkotika, syetan-syetan tertawa...
Akupun berpaling. Kujumpai pula sekelompok pemuda tunduk dirumah-Mu.keikhlasan mereka memancarkan cahaya surgawi yang begitu indah.
Ada yang menangis takut akan siksa-Mu. Ada yang menyesal dan memohon Ampunan-Mu,dan ada pula yang tekun melantunkan Firman-Mu.
dan Akupun tersenyum haru,,
Wahai Rabb-Ku semoga besok engkau berkenan menjumpaiku…

Kubuka lembar kelima,,
Tapi....kosong tak ada goresan tinta sedikitpun. Rupanya itu tukisan terakhirnya. Akupun terdiam,masih kutatap catatan majnun yang kini basah terkena tetesan air mataku...ada yang tidak ku mengerti.
Majnun ternyata tidak seperti perkiraan orang-orang selama ini, mereka hanya berburuk sangka dengan melihat sosok tubuhnya yang lusuh dan dekil. Segera kutersadar dan segera ku menyapu air mata yang sudah tak terbendung membasahi pipiku, kembali kurapikan buku kecil itu dalam tas lusuh majnun...atau siapa dia sebenarnya? Kusimpan tas itu dipojok kamarku dan akupun bergegas untuk mandi, sholat dan istirahat. Tapi tak bias kupejamkan mata ini bayangan, tulisan dan rasa berdosa mengggema di rongga dada ini, malampun makin larut “bismika allohumma ahya wabismika amuut”.
Keesokan harinya, jam 03.30 WIB aku bangun dari tempat tidurku. Dengan rasa malas bercampur terpaksa, akupun pergi ke kamar mandi sekaligus wudhu, kulaksanakan sholat tahajjud dan kututup dengan sholat witir, sambil menunggu adzan shubuh kuiringi dengan lantunan ayat suci Al-Quran,
Pagi-pagi bolong aku pergi ke mesjid menghadiri kajian “TauMing See” (Tausiyah seMimggu Sekali)
Bersama ustad Rosyad, satu jam aku lalui di mesjid. Dan akupun segera pergi keRumah sakit Al Islam tempat Majnun dirawat.hingga akhirnya kutatapi dengan penuh rasa iba tubuh kurus tak berdaya yang tergeletak di tempat tidur C-22,
“Assalamualaikum”
dengan serta-merta majnun menjawab “wa’alaikum salam”.
“Aku mengantarkan tasmu yang terjatuh saat tabrakan kemarin. Dan saya mohon maaf karena saya telah lancang membaca bukumu” ucapku grogi dan menyesal
“Oh, tidak apa-apa. Terima kasih” sambut majnun
Kulihat jam tanganku menunjukkan pukul 08.30 WIB. Tanpa berpikir panjang akupun langsung pulang karena dua jam kemudian aku ada kuliah Tax Management,
“Assalamualaikum” ucapku.
Lalu akupun pergi dengan rasa syukur dan kagum yang begitu besar sambil berkata dalam hati , “Majnun semoga Alloh memberikan kesembuhan untukmu,

Subhanallloh majnun…

Andaikan mereka semua tahu,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar